Perjalanan dengan perahu tadi tidak terlalu buruk, meskipun Arianne tidak suka dengan pemandangan air yang gelap. Malam ini Arianne lebih banyak diam, tidak ingin mengobrol sepatah katapun dengan 'teman' seperjalanannya. Ia lebih berusaha menikmati perjalanannya tanpa banyak cingcong. Arianne ternyata tidak benci dengan jenis alat transportasi yang satu ini. Goyangannya membuat Arianne merasa dalam ayunan, atau merasa bahwa dirinya sedang menari dan goyangannya menstimulasi suara indah bergaung di telinganya, entah suara apa itu. Sayangnya dalam hitungan menit, perjalanan harus berakhir.
Sang raksasa membawa anak-anak kelas satu ke sebuah kastil hitam menyeramkan -karena saat itu sudah malam, mengetuk pintunya tiga kali sebelum si pintu terbuka, dan membawa mereka masuk ke dalam sebuah Aula yang penuh dengan anak-anak yang duduk di sekeliling empat meja panjang, sepertinya mereka adalah anak-anak yang lebih tua dari Arianne. Arianne sama sekali tidak berhenti untuk memandang mereka, atau memandang langit-langit sihir yang terlihat bagaikan suasana di luar, atau bahkan untuk mengomentari lilin-lilin terbang atau hantu-hantu transparan yang unjuk kebolehan. Sekali lagi, ia sudah membacanya sedikit di buku sejarah yang dibelinya, juga di buku panduan yang dituliskan oleh Maurice yang entah bagaimana mengetahui keadaan di Hogwarts. Maurice tidak pernah bercerita kalau dia pernah bersekolah di Hogwarts juga. Arianne selalu menganggap Maurice adalah lulusan Beauxbatons, dan Maurice tidak pernah membantah hal itu.
Anak-anak berhenti berjalan. Arianne ikut berhenti dan berdiri dalam barisan, mengikuti anak-anak lain. Sepertinya mereka akan diseleksi masuk asrama, seperti yang tertulis dalam bukunya Maurice. Arianne berusaha tidak berisik dan berbisik-bisik bodoh seperti yang dilakukan anak-anak lain, yang kagum hanya karena lilin terbang. Arianne memang jarang sekali melihat demonstrasi sihir, karena Maurice amat jarang menggunakan sihirnya di lingkungan Muggle tempat tinggal mereka. Namun ia juga tidak dengan norak ber-ooh dan ber-ahh ria, kalaupun ia melakukan hal itu, hanya dalam hati.
Si Topi Seleksi -begitu sebutannya- akhirnya mulai bernyanyi, melantunkan lagu anehnya. Arianne mendengarkan dengan baik, dalam hati heran dengan lagu bodoh si topi seleksi, tapi berusaha tak ambil pusing. Ia bercerita tentang keempat asrama yang ada di Hogwarts itu, dan kualifikasi yang diinginkan dari murid-muridnya.
Gryfffindor yang pemberani dan perkasa, Arianne menelengkan kepalanya sedikit, tak merasa terlalu berani ataupun perkasa. Lain halnya kalau misalnya ia ditantang, maka Arianne akan berani menerimanya, apapun itu.
Ravenclaw yang cerdas dan suka belajar, Arianne mengernyitkan dahinya kini,
bagaimana Topi itu bisa tahu aku suka belajar atau tidak? Jangan-jangan ia mengintipi kamarku setiap malam dengan sihir? Juga melihat rapor sekolahku? batinnya agak gusar, melihat sedikit fakta bahwa ada sesuatu yang di luar kendalinya.
Hufflepuff yang ramah, jujur, dan setia, yeah, Arianne setia pada apa yang dipegangnya, tapi ia terkadang tidak jujur. Juga kadang menatap galak orang yang tidak disukainya. Apa asrama yang ini mau menerima Arianne?
Dan Slytherin yang ambisius dan... Darah Murni?
Oh, yang benar saja? Jadi sekolah ini juga membeda-bedakan orang berdasarkan Darah? Seperti anak Prancis yang di bar itu? Arianne menarik tepi samping jubahnya dengan agak keras, kesal dengan sesuatu yang lagi-lagi baru diketahuinya. Maurice tidak menyebutkan ada kualifikasi darah begini.
Maurice tidak tahu apa-apa, kalau begitu, katanya menghela napas agar tidak kesal, akhirnya pasrah saja karena ia tidak bisa mengubah kenyataan itu.
Sudahlah, Arianne tak terlalu peduli tentang hal itu, tentang akan dimasukkan ke asrama mana ia, yang penting cepat selesai, karena berdiri bagai disorot seribu lampu di tengah panggung begini membuatnya jengah. Karena mereka diperhatikan seperti itu bukan karena prestasi atau hal yang hebat, tapi cuma sebagai tontonan anak-anak yang penasaran. Ia juga sudah agak lapar. Meskipun begitu, sedikit kesadarannya menarik-nariknya, penasaran dengan apa yang dilakukan topi itu. Maksudnya, bagaimana bisa sebuah topi hidup dan bernyanyi, memiliki otak dan kemampuan untuk memilih dan memasukkan seorang anak ke asrama yang cocok untuknya? Misteri ini tidak ada di buku yang ia baca maupun dalam penjelasan Maurice. Mungkin Maurice melewatkan menceritakan bagian itu? Ah, tapi sepertinya Mauricepun tak tahu.
Arianne berusaha menunggu dengan sabar, satu-persatu nama dipanggil. Ia mendengarkan nama-nama itu, mungkin salah satunya akan menjadi teman seasramanya. Mungkin mereka akan jadi temannya, kalau mereka tidak bersikap menyebalkan. Bosan, matanya memandang langit-langit yang disihir seperti langit di luaran. Mantra apa yang digunakan? Sepertinya Arianne juga tidak membaca mengenai hal itu di salah satu bukunya. Kenapa buku-bukunya ternyata tidak lengkap? Percuma ia membawa buku-bukunya kalau begitu. Sepertinya memang sejak awal seharusnya buku-buku itu ia buang. Hingga akhirnya, "Ravell, Arianne." Namanya dipanggil.
Kakinya melangkah mantap, meskipun dalam hati ia sedikit gentar. Sedikit, hanya sedikit ia cemas memikirkan ke asrama mana ia akan dimasukkan. Namun didorongnya jauh-jauh pikiran itu, asrama manapun jadi dan tak buruk untuknya. Semua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Arianne memasang topi itu di kepalanya, yang langsung melorot melewati matanya, menutupi pandangannya. Dan pikirannya seakan tersapu, kesadaran lain seakan memasuki kesadaran miliknya.
Oh, cepatlah! Tak usah buang waktuku! Masukkan aku ke mana saja yang kau suka! Tapi kuharap kau mau menjawab pertanyaanku setelahnya, bagaimana caranya kau bisa berpikir dan memilih kemana anak-anak baru ke asrama yang cocok bagi mereka seperti ini? Maksudku... Apakah mereka benar-benar membelah kepala mereka dan mengeluarkan otak masing-masing untuk diberikan padamu? pikirnya cepat, tahu bahwa topi itu akan 'mendengar'nya.