Sinar matahari Inggris rupanya berbeda dengan di Amerika. Entah mengapa Arianne merasa bahwa di sini lebih hangat. Tapi ia tak mengeluh atau berseru senang, perasaan itu hanya disimpannya dalam hatinya, karena kini dirinya berkonsentrasi untuk mencari toko tujuan pertamanya. Toko tongkat. Ia sendiri tak sabar ingin segera mendapatkan tongkatnya, ingin mengetahui tongkat seperti apa yang ditakdirkan untuknya. Yang cocok dan mengerti dirinya. Sepertinya akan sulit untuk menemukannya.
Arianne sampai di depan sebuah toko tua yang papan namanya telah terkelupas lapisan emasnya. Menunjukkan bahwa toko itu sudah lama ada dan antik, sesuai pengumuman di bawah namanya, sudah ada sejak tahun 382 sebelum masehi. Di salah satu etalasenya tergeletak sebatang tongkat berdebu di atas sebuah bantalan, memperkuat dugaan itu.
Pintu berkeriut tatkala Arianne memasuki toko. telah ada beberapa orang di sana, menunggu tongkatnya dipilihkan oleh sang penjual. Di sebuah papan, tercantum tongkat-tongkat yang mungkin cocok dengan tanggal lahirmu. Arianne membacanya sekilas, sambil menunggu gilirannya dilayani oleh Mr. Ollivander, pria yang ternyata sudah amat tua, berwajah menakutkan sekaligus ramah. Mengherankan sekali seseorang bisa seperti itu.
Desember 24 - Januari 20 = Birch (Beth)
Januari 21 - Februari 17 = Rowan (Luis)
Februari 18 - Maret 17 = Ash (Nion)
Maret 18 - April 14 = Alder (Fearn)
April 15 - Mei 12 = Willow (Saille)
Mei 13 - Juni 9 = Hawthorn (Huath)
Juni 10 - Juli 7 = Oak (Duir)
Juli 8 - Agustus 4 = Holly (Tinne)
Augustus 5 - September 1 = Hazel (Coll)
September 2 - September 29 = Vine (Muin)
September 30 - Oktober 27 = Ivy (Gort)
Oktober 28 - November 24 = Reed (Ngetal)
November 25 - Desember 23 = Elder (Ruis)
Rupanya tongkat juga bisa diprediksi lewat tanggal lahir? Kalau begitu tongkatku... Vine? ujarnya bertanya-tanya dalam hati, mengabaikan hiruk-pikuk orang-orang yang berada di sana dan sedang dipilih tongkatnya. Beberapa mulai mencoba dan meledakkan beberapa benda atau menghancurkan beberapa gelas kaca. Arianne, meskipun terkejut, berusaha membuat wajahnya setenang mungkin. Ia tak suka sesuatu berada di luar kendalinya atau ia terlihat tak berdaya.
Akhirnya giliran Arianne tiba. Ia mendekat pada orang tua itu, dan bertanya samar, "Bisakah kau pilihkan tongkat untukku? Tangan pemegang tongkatku yang kanan." Arianne mengulurkan tangan kanannya, menunggu apa yang akan dilakukan orang tua itu. Ia tahu mengenai tongkat dan tangan-pemegang-tongkat -Maurice pernah menceritakannya, dan Arianne juga pernah membacanya dari buku yang diberikan Maurice- tapi ia tidak tahu apa yang akan dilakukan laki-laki tua itu untuk memilihkan tongkatnya. Sepertinya sih hanya dengan mengayunkan tongkat-tongkat untuk menghancurkan benda atau semacamnya.
***
"Oh tentu bisa. Kau cocok dengan tongkat manapun. Kupilihkan untumu tongkat Elder dengan inti naga Norwegia. 29 cm, 10 galleon 2 knut saja," ucap Ollivander tersenyum manis pada gadis yang sepertinya pernah ia lihat itu.Arianne mengernyitkan dahinya mendengar kata-kata orangtua itu, yang bahkan sekarang -oh ya ampun, dia benar-benar orang aneh...- tersenyum ramah tapi mengerikan, wajahnya yang keriput makin runyam saling tumpuk karena ia tersenyum -atau menyeringai seperti nenek sihir jahat, entah yang mana, bagi Arianne sama saja. Arianne menggaruk sedikit kepalanya, membuat satu-dua helai rambut mencuat, kemudian menerima tongkatnya dengan bingung.
Apa tidak salah? Bukannya aku harusnya mendapat tongkat sihir dari kayu Vine? Ulangtahunku kan tanggal 14 September, ujarnya dalam hati. "Err... Sir, apakah Anda tidak akan mengukur tangan pemegang tongkat saya dulu atau semacamnya?" tanyanya dengan nada agak sangsi, namun setelahnya Arianne tetap mengayunkan tongkatnya, yang menimbulkan efek tak menyenangkan.
Jam pasir terdekat yang berada pada arah fokus si tongkat meledak dan menghamburkan pasirnya ke segala arah. Arianne yang refleks menjauhkan wajahnya dan menutup matanya tetap terkena imbasnya. Lengan jaketnya terlumuri pasir kering. Arianne segera mengibas-ngibaskan tangannya hingga pasir-pasir itu berhamburan turun dan lengan jaketnya kembali bersih. "Err... Sir?" tanyanya lagi dengan nada agak merasa bersalah, meski ia berusaha membuat ekspresinya tenang, tak terpengaruh oleh ledakan kecil yang dibuatnya. Toh ini bukan salahnya, ia hanya mengayunkan tongkat saja seperti yang disuruh Maurice, yang katanya adalah cara untuk menentukan tongkat mana yang cocok untukmu.
***
"Perlukah? Ohohoho... kemari! Kuukur tanganmu, anak manis," kata Ollivander sambil mengambil sebuah meteran yang biasa ia pakai untuk membuat tongkatnya. "Tanganmu cukup panjang, dan itu berarti tongkatmu lebih baik tongkat yang tidak begitu panjang. 26 cm cocok. Bagaimana dengan kayu Hazel?" Ollivander menyerahkan sebuah tongkat dengan warna kayu hitam. "Berinti bulu Phoenix Irlandia."Orangtua itu mengukur tangan pemegang tongkatnya, kemudian mengeluarkan beberapa boks pipih panjang -sepertinya untuk anak-anak lain- yang ternyata berisi tongkat aneka rupa, dari kayu aneka macam dan inti aneka jenis. Banyak orang mendapatkan tongkat dengan inti yang umum, namun yang lainnya mendapatkan tongkat dengan kayu atau inti tongkat yang unik, mungkin hal itu tergantung pada kepribadian si pembeli tongkat. Arianne menuruti apa kata si penjaga toko, ia disuruh mengayunkan tongkatnya, dan kehangatan merayapi jemarinya tatkala ia menyentuh tongkat itu.
Otaknya serasa berkata bersemangat dalam kepalanya, menyentak, ayunkan, ayo! Dan itulah yang dilakukannya. Diayunkannya tongkat itu, dan saat sentakannya dilakukan, lampu yang ditodong tongkatnya padam. Tanpa sadar Arianne tersenyum, senyum tulusnya yang pertama di bulan September itu. "Cool! Berapa harganya? Aku ambil ini!" serunya senang sambil menatap tongkatnya, tapi sejurus kemudian rona merah sedikit tampak di pipinya, sadar bahwa ia telah kelepasan kontrol tingkah lakunya. Namun ia tetap tersenyum saat menyerahkan galleonnya ke tangan Mr. Ollivander si pembuat tongkat. "10 galleon 2 sickle? Oke, ini dia. Thanks," kata Arianne sambil berhigh-five riang dengan si penjaga toko tua itu. Kebiasaannya di Amerika muncul.
Kini tongkatnya telah aman dalam kotaknya, itupun masih dibungkus dalam kantong plastik yang bisa dijinjingnya. Dengan riang Arianne meninggalkan toko yang pertama itu, mendorong pintunya untuk bisa keluar, tak terlalu memperhatikan anak laki-laki berambut hitam yang berpapasan dengannya, dan akhirnya berjalan menuju toko selanjutnya yang harus dikunjunginya untuk mendapatkan barang yang diinginkannya.